BATANG — Kepolisian Resor (Polres) Batang menetapkan Vivit Margiantiningsih alias Pipit (31) sebagai tersangka. Ibu kandung dari dua bocah perempuan yang tewas di Pantai Sigandu itu, dijerat pasal tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian.
Penetapan status hukum ini menyusul hasil observasi kejiwaan dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Gondo Amino Semarang yang menyatakan adanya gangguan psikologis pada Vivit.
"Iya, statusnya kini sudah tersangka, namun tidak dilakukan penahanan. Hal ini karena masih ada pemeriksaan lanjutan terhadap kondisi kejiwaannya," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Batang, AKP Imam Muhtadi pada Senin, 15 September 2025.
Kasus ini berawal dari temuan dua jasad anak perempuan yang berusia di bawah 10 tahun di Pantai Sigandu pada Rabu, 30 Juli 2025. Dari penyelidikan, polisi mencurigai adanya percobaan bunuh diri massal yang melibatkan Vivit dan kedua anaknya.
"Dari konstruksi perkara, terlihat adanya dugaan perbuatan dengan sengaja yang menyebabkan anak di bawah umur meninggal dunia. Meskipun motif awal adalah keinginan bunuh diri bersama, tetap ada unsur kekerasan terhadap anak," jelas Imam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan RSJ Gondo Amino Semarang selama 10 hari, ditemukan adanya gangguan perilaku, psikologi, hingga penilaian realitas pada Vivit. Gangguan ini diduga kuat menjadi pemicu aksi tragis tersebut.
"Kesimpulan tim medis menunjukkan bahwa tersangka mengalami gangguan bermakna, baik dari fungsi berpikir, persepsi, hingga tekanan psikososial yang kuat. Itu yang kemudian memicu adanya keinginan mengakhiri hidup dengan melibatkan anak-anaknya," kata Imam.
Meskipun kondisi kejiwaan tersangka bermasalah, polisi menegaskan proses hukum tetap berjalan. Status tersangka ditetapkan berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan adanya tindak pidana kekerasan terhadap anak.
Vivit dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) juncto ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Aturan ini memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara atau pidana penjara seumur hidup.
Meski begitu, polisi memutuskan tidak menahan Vivit. Pertimbangan ini didasari hasil observasi medis yang menunjukkan perlunya pemeriksaan lanjutan secara psikologis.
"Tersangka tidak kami tahan. Saat ini ia masih dalam pemeriksaan berkelanjutan, sehingga fokus utama sementara adalah memastikan kondisi mentalnya," ungkap Imam.
Kasus ini menjadi tragedi kemanusiaan yang menyita perhatian masyarakat Batang. Pihak kepolisian berkomitmen menuntaskan penyidikan dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penanganan psikososial terhadap keluarga korban.
"Kami akan menuntaskan penyidikan agar ada kepastian hukum, namun juga tetap memperhatikan aspek kejiwaan tersangka dan akan berkoordinasi dengan Kejaksaan. Ke depan, diharapkan kejadian seperti ini tidak terulang kembali," pungkas Imam.